Seperti biasa, aku melihatnya tampak berbeda. Mulai dari cara berpakaian, cara berinteraksi dengan orang, dan kepandaian dalam akademik maupun organisasi. Meski ku tak mengenalnya secara dekat, namun ku bisa melihat itu semua dari dirinya. Tak heran orang sekitarnya menyebut ia si kutu buku atau kutu loncat. Dia senang sekali membaca buku apa saja yang ia temui di perpustakaan. Entah itu buku pengetahuan, agama, autobiografi, seni, hingga komik. Jadi jangan heran kalau si kutu buku itu biasanya tampak agak cupu dengan kacamata tebal, namun yang ini berbeda dengan biasanya sob. Dia selalu berpakaian rapi namun santai, rambutnya tertata rapi namun tidak klimis dan ia tidak mengenakan kacamata. Selain itu ia disebut kutu loncat karena ia memiliki segudang aktifitas. Jadi selepas ia kuliah, ia tak langsung pulang atau hang out. Ia lebih mementingkan kegiatan organisasi sosial, ekskul, hingga ia bekerja paruh waktu di sebuah perusahaan dan restoran. Hampir tidak ada waktu untuk bersantai dan bersenang-senang.
Tak heran ia tampak bersinar diantara pemuda pada umumnya yang seusianya. Biasanya tuh, sebagian pemuda hanya mementingkan egonya untuk menghamburkan uang orang tua, membolos, hingga nongkrong nggak jelas. Padahal yang aku tahu ia berasal dari keluarga berada, namun ia tak mengambil keuntungan itu semua dari kekayaan orang tuanya. Ia laksana air jernih yang mengalir. Pemuda itu bernama Putra. Awal pertama aku bertemu dengannya di perpustakaan kampus. Pada saat itu aku ingin meminjam beberapa buku sebagai tambahan referensi untuk presentasi kuliahku. Sewaktu aku mengantri untuk menyerahkan buku ke Pa Roni si penjaga perpus untuk di catat pada kartu pinjam buku, eh gak taunya kartu pinjam gue nggak ada di saku.
"Aduh gimana nih, kartu gue kagak ada! Aduh apa jatuh yah? Ih sebel kenapa harus hari ini" dengan menggumam. Tiba-tiba suara dari belakang menyambar. "Ada apa mba? Ko gelisah amat?" tanya pemuda di belakang ku. Sontak ku langsung berbalik. "Wah handsome" dalam batin gue, tapi saat ini aku fokus sama masalahku. "Ini loh kartu perpus gue nggak ada, mana ini penting lagi buat pinjem buku". "Mana presentasi besok lusa" sambil mengepalkan tangan lalu mengetukan ke bibir. "Owh kalau gitu pake kartu perpus saya saja, sini mana bukunya" dia menawarkan bantuan dan meminta buku yang ada di tanganku. "Lain kali hati-hati ya mba jangan sampe lupa/ hilang" ia mengingatkanku. "Eh mas Putra gimana kabarnya? Katanya habis sakit yah kemaren?" tanya Pa Roni. "Alhamdulillah sekarang sudah baikan ko Pa". "Jaga kesehatan loh mas, jangan kecapean karena terlalu sibuk, tubuh kan juga butuh istirahat" pesan Pa berkumis tipis. "Iya pa, gimana sudah selese catat bukunya kan?" tanya pria tampan itu. "Sip sudah nih, monggoh dibawa bukunya" sambil menyerahkan buku. "Matur nuwun Pa" sambil tersenyum. Lalu aku mengikutinya dari belakang. "Owhya ini bukunya, di jaga baik-baik yah". "Siapa nama mba?" pemuda itu bertanya. "Gue Nayra, makasih banyak ya ka". "Aku nggak tau deh gimana jadinya kalau kaka nggak nolong, soalnya tadi aku buru-buru berangkat huft". "Nanti kalau sudah selesai mba kasih ke saya". Saya ada di jurusan Bisnis semester 8 fakultas ekonomi, panggil aja saya Putra". "Baik Ka, secepatnya saya kembalikan, owhya tadi kaka nggak jadi pinjem buku dong gara-gara gue? Maaf yah" sambil merasa menyesal. "No problem lagian saya bisa pinjam besok-besok dan tadi bukan buku urgent untuk saat ini, dan tadi saya lihat mba kebingungan banget" sambil tersenyum. Senyumnya ramah banget nih dalam batinku. "Insya Allah besok lusa, saya kembalikan ke Ka Putra, makasih banyak sekali ya Ka". "Ya sudah saya duluan bentar lagi ada kuliah" sambil pamit padaku. "Emang bener yah ada hikmahnya dibalik masalah hari ini, aku jadi kenal sama orang ganteng baik hati lagi" dalam batin lalu ku tersenyum.
To be continue
Tidak ada komentar:
Posting Komentar